Masyarakat jawa memang terkenal dengan beragam jenis tradisi budaya yang di ada di dalamnya. Baik tradisi cultural yang bersifat harian, bulanan hingga yang bersifat tahunan, semuanya ada dalam tradisi budaya jawa tanpa terkecuali. Dari beragam macamnya tradisi yang ada di masyarakat jawa, hingga sangat sulit untuk mendeteksi serta menjelaskan secara rinci terkait dengan jumlah tradisi kebudayaan yang ada dalam masyarakat jawa tersebut. Salah satu tradisi masyarakat jawa yang hingga sampai sekarang masih tetap eksis dilaksanakan dan sudah mendarah daging serta menjadi rutinitas bagi masyarakat jawa pada setiap tahunnya adalah sedekah bumi.
Tradisi sedekah bumi ini, merupakan salah satu bentuk ritual tradisional masyarakat di pulau jawa yang sudah berlangsung secara turun-temurun dari nenek moyang orang jawa terdahulu. Ritual sedekah bumi ini biasanya dilakukan oleh mereka pada masyarakat jawa yang berprofesi sebagai petani, nelayan yang menggantunggkan hidup keluarga dan sanak famil mereka dari mengais rizqi dari memanfaatkan kekayaan alam yang ada di bumi.
Bagi masyarakat jawa khususnya para kaum petani dan para nelayan, tradisi ritual tahunan semacam sedekah bumi bukan hanya merupakan sebagai rutinitas atau ritual yang sifatnya tahunan belaka. Akan tetapi tradisi sedakah bumi mempunyai makna yang lebih dari itu, upacara tradisional sedekah bumi itu sudah menjadi salah satu bagian yang sudan menyatu dengan masyarakat yang tidak akan mampu untuk dipisahkan dari kultur (budaya) jawa yang menyiratkan simbol penjagaan terhadap kelestarian serta kearifan lokal (Local Wisdem) khas bagi masyarakat agraris maupun masyarakat nelayan khususnya yang ada di pulau jawa.
Pada acara upacara tradisi sedekah bumi tersebut umumnya, tidak banyak peristiwa dan kegiatan yang dilakukan di dalamnya. Hanya saja, pada waktu acara tersebut biasanya seluruh masyarakat sekitar yang merayakannya tradisi sedekah bumi membuat tumpeng dan berkumpul menjadi satu di tempat sesepuh kampung, di bakai desa atau tempat-tempat yang telah disepakati oleh seluruh masyarakat setempat untuk menggelar acara ritual sedekah bumi tersebut. Setelah itu, kemudian masyarakat membawa tumpeng tersebut ke balai desa atau tempat setempat untuk di do’akan oleh tetua adat. usai di do’akan oleh sesepuh atau tetua adat, kemudian kembali diserahkan kepada masyarakat setempat yang membuatnya sendiri. Nasi tumpeng yang sudah di do’akan oleh sesepuh kampung atau tetua adat setempat kemudian di makan secara ramai-ramai oleh masyarakat yang merayakan acara sedekah bumi itu. Namun, ada juga sebagian masyarakat yang membawa nasi tumpeng tersebut yang membawanya pulang untuk dimakan beserta sanak keluarganya di rumah masing-masing. Pembuatan nasi tumpeng ini merupakan salah satu syarat yang harus dilaksanakan pada saat upacara tradisi tradisional itu.
Menurut adat istiadat dalam tradisi budaya ini, di antara makanan yang menjadi makanan pokok yang harus ada dalam tradisi ritual sedekah bumi adalah nasi tumpeng dan ayam panggang. Sedangkan yang lainnya seperti minuman, buah-buahan dan lauk-pauk hanya bersifat tambahan saja, tidak menjadi perioritas yang utama. Dan pada acara akhir, nantinya para petani biasanya menyisakan nasi, kepala dan ceker ayam, ketiganya dibungkus dan diletakkan di sudut-sudut petak sawahnya masing-masing.
Bentuk Rasa Syukur
Dalam puncaknya acara ritual sedekah bumi di akhiri dengan melantunkan do’a bersama-sama oleh masyarakat setempat dengan dipimpin oleh tetua adat. Do’a dalam sedekah bumi tersebut umumnya dipimpin oleh tetua adat atau sesepuh kampung yang sudah sering dan terbiasa mamimpin jalannya ritual tersebut. Ada yang sangat menarik dalam lantunan do’a yang ada dilanjutkan dalam ritual tersebut. Yang menarik dalam lantunan doa tersebut adalah kolaborasi antara lantunan kalimat-kalimat Jawa (Jawa Dermayu) dan yang dipadukan dengan khazanah-khazanah doa yang bernuansa Islami.
Ritual sedekah bumi yang sudah menjadi rutinitas bagi masyarakat jawa ini merupakan salah satu jalan dan sebagai simbol penghormatan manusia terhadap tanah yang menjadi sumber kehidupan. Manurut cerita dari para nenek moyang orang jawa terdahulu, "Tanah itu merupakan pahlawan yang sangat besar bagi kehidupan manusia di muka bumi. Maka dari itu tanah harus diberi penghargaan yang layak dan besar. Dan ritual sedekah bumi inilah yang menurut mereka sebagai salah satu simbol yang paling dominan bagi masyarakat jawa khususnya para petani dan para nelayan untuk menunjukan rasa cinta kasih sayang dan sebagai penghargaan manusia atas bumi yang telah memberi kehidupan bagi manusia". Sehingga dengan begitu maka tanah yang dipijak tidak akan pernah marah seperti tanah longsor dan banjir dan bisa bersahabat bersandingan dengan masyarakat yang menempatinya.
Selain itu, Sedekah bumi dalam tradisi masyarakat jawa juga merupakan salah satu bentuk untuk menuangkan serta mencurahkan rasa syukur kepada Tuhan YME atas nimat dan berkah yang telah diberikan-Nya. Sehingga seluruh masyarakat jawa bisa menikmatinya. Sedekah bumi pada umumnya dilakukan sesaat setelah masyarakat yang mayoritas masyarakat agraris habis menuai panen raya. Sebab tradisi sedekah bumi hanya berlaku bagi mereka yang kebanyakan masyarakat agraris dan dalam memenuhi kebutuhannya dengan bercocok tanam. Meskipun tidak menuntut kemungkinan banyak juga dari masyarakat nelayan yang juga merayakannya sebagai bentuk rasa syukurnya kepada tuhan, yang menurut para nelayan disebut dengan sedekah laut. Itu sebagai bentuk rasa sukur masyarakat nelayan kepada tuhan sebab mereka bisa melaut dan mengais rizqi di dalamnya.
Namun sayangnya melihat realitas beberapa tahun terakhir ini, ritual sedekah bumi yang merupakan salah satu bentuk tradisi jawa yang sifatnya turun temurun, sedikit demi sedikit tanpa disadari sudah mulai memudar pamornya dan ditinggalkan oleh masyarakat jawa sendiri. Tradisi yang merupakan salah satu bentuk rasa penghargaan dan kasih sayang kepada tanah sudah tidak terlihat lagi. Dan makna sakral sebagai bentuk rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang terdapat dalam ritual dalam sedekah bumi juga mulai terkikis oleh perkembangan zaman. Sehingga tidaklah mengherankan jika di muka bumi banyak terjadi bencana alam. Sebab manusia sudah mulai melupakan dan menghargai jerih payah dan pengorbanan besar tanah bagi kehidupan manusia. Dan yang lebih parah lagi manusia sudah tidak mau lagi memanjatkan piji syukur kepada Tuhan YME yang telah memberikan kenikmatan dan kesejahteraan bagi manusia di alam semesta.
Tanpa mengurangi makna esensial yang terkandung dalam ritual sedekah bumi tersebut, sebagai manusia yang telah ditugasi dan dipercayai oleh Tuhan di muka bumi sebagai kholifatul Fir Ardi sudah sepatutnya kita renungkan kembali akan segala sikap yang telah diperbuat pada eksistensi bumi. Sebagai Kholifah yang bertanggung jawab penuh di bumi maka kita harus kembali memperdulikan serta melestarikan keadaan yang ada di dalamnya. Jangan sampai kita hanya melakukan berbagai kerusakan dan kebobrokan tanpa memperdulikan akibat pada akhirnya. Dengan kita memperhatikan dan memperdulikan bumi tanpa merusaknya sedikit pun, niscaya alam juga akan kembali bersahabat dengan manusia.
izin copas min buat tugas :) maturnuwun
BalasHapus